Hai Guys! Ternyata udah 8 bulan gw gak travelling dan bikin konten untuk #TravellingTrilby, padahal awal tahun lagi semangat-semangatnya. Well, sebenernya bukan disengaja, I just had a very challenging work assignment dan workload-nya sangat tinggi sehingga kurang bisa mengatur work-life balance. But hey! The news is I finished my assignment last week (and Passed!) So I reward myself by going on a trip. Awalnya gw ga banyak ekspektasi sama trip-nya apalagi ada rencana mau cerita-cerita, soalnya cuma semacam one day trip dan destinasinya gak jauh. Tapi setelah gw mencoba trip-nya, gw merasa FIX banget ini harus disharing ke kalian semua. Gw akan mulai dengan menunjukkan tentang apa yang akan kalian dapatkan di trip ini.
As you can see, trip ini membawa gw ke pengalaman panjat tebing pertama di ketinggian 963 mdpl.
"With you right here, I'm a Rocketeer" - Far East Movement
First thing first, bagi gw destinasi ini adalah sebuah hidden gem karena ternyata jaraknya cuma 4 jam dari Jakarta, yaitu di Purwakarta!
Namun sayangnya (atau untungnya?) belom banyak yang tahu tentang destinasi ini, jadi tidak heran kalau kalian masih asing sama namanya dan jarang lihat ada orang-orang yang pergi kesana.
Nama destinasi ini ialah Via Ferrata - Gn. Parang. Berawal dari upaya browsing open trip di IG, tapi karena keterbatasan waktu, uang dan cuti, mencari yang open tripnya bisa pergi saat weekend dan tidak perlu akomodasi. Dan sampailah gw pada akun IG @skywalker_viaferrata.
Gw pikir kegiatannya unik dan kelihatan seru buat dicobain, jadi langsung gw contact via WA dan booking untuk berangkat di akhir minggu itu juga. Gw tau kalian pasti kepo harganya, jadi bisa dilihat di gambar sebelah.
Cara menuju Gunung Parang?
Meeting point untuk keberangkatan dari Jakarta ada di Plaza Semanggi jam 05:00 pagi. Ada 7 orang yang berangkat dari Jakarta dan kita masuk ke dalam satu mobil Innova. Perjalanan dari Jakarta ke Gn. Parang kurang lebih sekitar 4 jam di hari Sabtu pagi. Kalian bisa juga untuk langsung meet up di lokasinya dan harganya pun berbeda karena gak pakai transport.
Dari Jakarta, berangkat menuju Purwakarta melalui tol Cipularang dan keluar di pintu tol Jatiluhur. Kemudian lanjut ke arah Plered sampai lewati pasar Plered, waktu tempuhnya sekitar satu jam hingga tiba ke kampung Cirangkong. Kalian bisa pakai google maps ke lokasi “Skywalker via Ferrata”, tapi please note bahwa sinyal di daerah sana lumayan buruk.
Kita sampai di basecamp Skywalker via Ferrata sekitar jam 10 pagi. Letak basecampnya ada di Kampung Cirangkong, desa Pesanggarahan di kaki Gunung Parang. Di trip kemarin, total pesertanya ada 11 orang dan setelah berkenalan, kita langsung dipandu untuk menggunakan safety equipment. Trip kali ini dipimpin oleh satu orang guide profesional yang juga warga lokal desa namanya Mang Ajo. Dari basecamp, kita berjalan setapak menyusuri hutan untuk sampai ke starting point dari via ferrata.
Apa itu Via Ferrata?
Via Ferrata sendiri merupakan bahasa Itali dari “Iron Path”, yaitu istilah untuk jalur pendakian dengan teknik panjat menggunakan pijakan dari besi baja yang ‘ditanam’ pada permukaan batu tebing. Faktanya, Gunung Parang ini merupakan gunung pertama di Indonesia yang dilengkapi dengan jalur via ferrata dan merupakan spot panjat tebing tertinggi di Indonesia (ketinggian 963 mdpl).
Di starting point, Mang Ajo memulai briefing dan menjelaskan fungsi dari safety equipment dan teknik cara memanjat. Faktor keselamatan, setiap pendaki dilengkapi dengan safety harness dengan tali pengaman yang akan dikaitkan di lintasan besi dan safety helmet. Mang Ajo kemudian mencontohkan bagaimana cara memanjat, beristirahat, dan berpose ekstrim melepas kedua tangan. Karena hanya terdapat satu jalur pada rute via ferrata, maka pemanjatan dimulai secara secara beriringan tanpa menyalip satu sama lain (kecuali Mang Ajo, dia bisa bikin rute miring miring sendiri).
Gw naik di urutan ke-5 dan sempat heran sama yang lagi naik, kok berisik banget?, padahal cuma kayak panjat tangga. Ketika giliran gw, barulah menyadari apa yang dirasakan orang-orang. Jadi memang pas awal rasanya gampang, tapi setelah memanjat 8-10 anak tangga, ternyata tingginya berasa. Walaupun baru naik sekitar 10m, tapi kalau lihat ke bawah, kita sadar bahwa itu tinggi dan otak langsung membayangkan yang enggak-enggak. Oh iya, dalam teknik memanjat via ferrata, kita gak cuma memanjat, tapi harus memindahkan tali pengait safety harness ke kawat yang ada di tebing. Jadi setiap 3 meter, kita harus berhenti, lepas satu tangan dan memindahkan pengait ke sambungan kawat berikutnya. Bagian ini nih yang bikin kagok dan kepala berasa nyungnyung.
Pemandangan dari Gunung Parang
Sedikit demi sedikit ketinggian semakin naik, dan Pak Amin, driver kami yang dari awal pemanjatan teriak-teriak dari bawah mulai terlihat semakin kecil. Fokusnya pun mulai beralih dari takut jatuh ke keindahan alam dari ketinggian yang bisa dilihat dari sekitar tebing. Dari Gn. Parang kita bisa menikmati pemandangan lanskap Purwakarta dengan hamparan sawah dan pemukiman yang dikelilingi oleh sungai Citarum, waduk Jatiluhur, serta gunung-gunung lainnya. Selain pemandangan, believe me, ada kepuasan tersendiri bisa berhasil mendaki Gn. Parang ini.
Keberanian pun mulai bangkit dan menjadi rush of excitement ingin memanjat lebih tinggi lagi. Keinginan untuk bikin konten mulai bergejolak, dan mulai iseng mengeluarkan HP untuk selfie dan ambil gambar. Sebenarnya aman saja kalau mau mengambil gambar pakai HP, tapi ingat bahwa semakin tinggi, tiupan anginnya semakin kencang. Jadi stay caution dan tanggung jawab pribadi karena tidak ada garansi HP jatoh.
1st Checkpoint (Sky Cave 750mdpl )
Setelah sekitar 1 jam memanjat, badan secara otomatis mulai terbiasa dan terampil (enggak juga sih, tapi lebih mantep aja feelingnya). Eksperimen-eksperimen foto pun mulai dilakukan demi konten. Spot foto andalan rekomendasi Mang Ajo ada di dekat 1st checkpoint di Sky Cave. Dengan latar belakang ketinggian serta waduk Jatiluhur dan pose andalan jatuh kepada “Rentangkan Sayap”. Tidak jauh dari spot foto, kita sampai di 1st checkpoint dan beristirahat di Sky Cave, literally sebuah gua di ketinggian Gunung Parang. Sky Cave ini ukurannya cukup luas, jadi bisa selonjoran dan bobo siang, asalkan tetap pasang kait pengaman ke kawat.
Kalau kalian ingat, pendakiannya ada 2 paket. Nah! Paket yang 385 ribu itu destinasinya sampai disini. Tapi kalau misal kalian masih kepo dan pengen nambah, tinggal bilang ke guide-nya untuk melanjutkan pendakian. Beruntungnya di trip kemarin, si Mang Ajo nawarin nambah ke 900 mdpl cuma dengan tambah 50 ribu.
The Climb Continues…
Saat mulai melanjutkan pendakian, gw merasa tenang karena dari awal, target 2nd checkpoint itu sudah kelihatan. Pikir gw juga cuma tinggal tambah 150 m lagi kok. Tapi ternyata medan menuju 900mdpl ini 3 kali lebih menantang dari yang sudah kita lewati. Semakin ke atas ukuran pijakan besi jadi semakin kecil. Jalur yang tadi hanya naik lurus ke atas dengan sedikit belokan, berubah menjadi miring miring curam, bahkan ada titik-titik yang pegangannya itu gaada! Kita jadi harus megang ke batu gunung dan cari pijakan sendiri. Lalu di jalur ini bermunculan jatuhan batu dan krikil dari atas (Oh, itu fungsi safety helmet). Mungkin karena sudah masuk ke titik curam dari gunungnya ya. Perlu dicatat juga, saat itu waktu sedang menunjukkan pukul 12 siang. Titik panas-panasnya matahari, namun sangat terbantu dengan tiupan angin yang kencang (or not?)
2nd Checkpoint (Sky Camp 900 mdpl)
Butuh waktu sekitar 1,5 jam sendiri untuk naik dari Sky Cave 750 mdpl ke Sky Camp di 900 mdpl dan kita sampai di 2nd checkpoint pada pukul 1 siang. Checkpoint ini terletak di dataran Noh, disana ada sebuah tenda umum yang didalamnya terdapat peralatan kemah. Kita meminjam beberapa kursi dan beristirahat dibawah bayang-bayang pohon dengan dikelilingi the ultimate view from Gn. Parang. Di atas, kita dapat hadiah dari Mang Ajo berupa satu galon es teh manis untuk ramai-ramai, seorang dapat kurang lebih 1 gelas, dan menurut gw itu es teh terenak se-Indonesia Raya. Kita beristirahat selama 1 jam dan to be honest disitu rasanya sudah tepar sekali. Tapi setelah sekian lama, I finally feel alive again.
Going Down!
Going up is a challenge, going down is even a greater challenge. Jadi ternyata tidak ada jalur alternatif untuk turun, dan sekarang kita harus mengikuti jalur via ferrata tadi tapi dengan cara mundur! Ketika turun, harus lebih hati-hati dan pegangan lebih erat agar tidak salah pijak dan gelinding ke bawah (meskipun tangga besi tidak beraturan adanya). Kita turun mundur sampai kembali Sky Cave dan memakan waktu kurang lebih 2 jam.
Setelah kembali dan beristirahat di Sky Cave, ternyata kita mendapatkan semi-good news! Tidak jauh dari Sky Cave terdapat lintasan akhir untuk turun dengan cara lebih cepat. Namun bukan dengan menapaki besi lagi, melainkan Rapelling! Yes semacam tentara, kita turun menggunakan seutas tali panjang dan turun mundur mengandalkan kaki yang rasanya sudah seperti nutrijell ini.
Ketika rapelling, badan harus tegak, bahu ditarik ke belakang, kaki rileks agar bisa memantul, dan yang terpenting percaya dengan Mang Ajo! Turun rapelling ini kurang lebih 10 menit per orang. Gw pun kembali menyentuh tanah di sekitar pukul 5 sore. WOW! 7 jam pendakian!
Mentari Merah di Ufuk Timur
Kembali di basecamp, kita disuguhkan “Makan Siang” sederhana namun nikmatnya sejagat Purwakarta. Lapar dan haus sudah tak terbendung lagi. Namun satu hal yang jelas, it was an amazing experience for a weekend getaway! And cool photos! (demi konten)
Travelling Trilby Tips:
Jadi sekian cerita gw untuk destinasi Gunung Parang. Semoga bisa jadi inspirasi liburan buat kalian. Terakhir gw mau kasih tips tambahan untuk kalian yang mau coba trip ini:
1. Sarapan! Ini penting karena tanpa disangka total pendakian bisa sampai 7 jam, dan di atas tentu tidak ada warung or Indomaret. Jangan sampai kalian pingsan di atas!
2. Bawa sarung tangan. Gw pikir ini termasuk dalam paket trip, ternyata tidak. Semakin siang besinya bisa panas,dan tangan besoknya rawan kapalan.
3. Pakai sepatu olahraga. Ya namanya juga 7 jam menginjak besi dan menabrak batu, jadi sepatu Wakai bisa disimpan dulu untuk trip lainnya.
4. Bawa tas kecil! Ini super important karena ribet dan riskan banget kalau hanya bergantung pada kantung celana. Bawa waistbag saja sekedar menyimpan barang dan AIR MINUM!
5. Bawa air minum ke atas. Ini sudah diwanti-wanti oleh Mang Ajo, tapi kita sombong. Jadi air merupakan komoditas yang sangat kritis di atas. so take it from me, Bawa!
Hasta La Vista! - Travelling Trilby
Comments